What Happens in Bab 594 – From the Book Menantu Dewa Obat
Dive into Bab 594, a pivotal chapter in Menantu Dewa Obat, written by Free novel. This section features emotional turning points, key character decisions, and the kind of storytelling that defines great Romance fiction.
Menantu Dewa Obat
Bab 594
Pada saat ini, Alina juga ikut bekerja sama. Dia mulai mengaduk seolah–olah kondisi fisiknya tiba–tiba memburuk.
Nara mengernyitkan keningnya. Di perusahaan sedang terjadi kekacauan sementara di rumah. kenapa bisa terjadi hal seperti ini?
“Ma, apa kau merasa tidak enak badan?”
“Bagaimana kalau aku mengantarmu ke rumah sakit dulu?”
“Aku akan memanggil ambulans!” ujar Nara sambil mengeluarkan ponselnya.
“Aduhh, tidak perlu, tidak perlu, aku akan baik–baik saja setelah istirahat.”
“Tak perlu repot – repot. Ini bukan penyakit serius…” ujar Alina sambil melambaikan tangannya untuk menghentikannya.
Nara sama sekali tidak mendengarkannya. Dengan sungguh–sungguh dia berkata, “Kondisimu tampak serius, kau harus pergi ke rumah sakit…”
Sebelum dia bisa menelepon, tiba–tiba saja Hana bergegas dan menyambar ponselnya.
“Kak, apa kau tidak mendengar apa yang dikatakan mama?”
“Tidak perlu ke rumah sakit. Dia hanya ingin kau menemaninya di rumah!”
“Bagaimana cara kau menjadi putrinya sih, masa kau sama sekali tidak memahami perangai orang tuamu?” ujar Hana dengan marah.
Nara tertegun sejenak. “Mama sedang sakit. Apa gunanya menemani kalau tidak pergi ke rumah sakit?”
Hana berkata, “Memangnya mama sakit?”
“Dia seperti ini karena kau tidak punya waktu untuk menemaninya di rumah, Ini namanya penyakit mental.”
“Kau bukannya tetap tinggal disisinya untuk menemaninya berbicara tetapi malah mau membawanya ke rumah sakit kemudian ditinggalkan sendirian.”
“Nara, memangnya anak orang seperti kau ini yah?”
“Bagaimana cara mama memperlakukanmu ketika kau sakit di masa kecil dulu? Beginikah caramu berbakti kepada kedua orang tuamu?”
Nara tampak bingung. Dia merasa reaksi Hana ini agak aneh.
Dan pada saat ini, ponselnya berdering lagi.
Nara hendak mengambil ponselnya tetapi dihadang oleh Hana.
“Mau apa kau?”
“Aku harus menjawab teleponnya. Ada masalah di perusahaan!” ujar Nara dengan terburu buru
Hana menyembunyikan ponsel itu di belakang punggungnya lalu dengan marah berkata, “Kau mau jawab telepon apal
“Sebenarnya mana yang lebih penting? Mama atau perusahaanmu?”
Hana tampak geram, “Nara, jangan asal berbicara kepadaku!”
“Aku tidak tahu apa yang kau katakan.”
“Aku sama sekali tidak melakukan apa–apa!”
Dengan marah Nara berkata, “Hanya kau sendiri yang mengetahuinya, apakah kau yang melakukannya atau bukan.”
“Kalian berdua tetap berada di rumah dengan berpura–pura sakit karena tidak ingin aku ke kantor, kan? Kalian hanya takut kalau aku akan membantu Reva, kan?”
“Hemm, kalian ini adalah orang – orang paling tak tahu malu yang pernah kutemui!”
Setelah Nara selesai berbicara dia langsung menghampiri Hana untuk mengambil ponselnya.
Hana buru – buru menghindar dan pada saat yang sama dia mengedipkan matanya kepada Alina
Alina yang berbaring di tempat tidur langsung berseru seolah – olah kondisinya sangat parah.
Nara sama sekali tidak mempedulikannya, dia sudah tahu bahwa Alina hanya pura – pura sakit dan membohonginya.
Melihat situasi ini, Hana langsung berkata dengan marah, “Nara, apa kau masih punya rasa kemanusiaan?”
“Kondisi mama sudah seperti ini tetapi kau hanya peduli dengan urusan perusahaanmu dan Reva saja.”
“Aku hanya mau tanya kepadamu, sebenarnya siapa yang lebih penting? Reva atau orang tua yang melahirkan dan membesarkanmu?!”
Comments
The readers' comments on the novel: Menantu Dewa Obat