Summary of Bab 758 from Menantu Dewa Obat
Bab 758 marks a crucial moment in Free novel’s Romance novel, Menantu Dewa Obat. This chapter blends tension, emotion, and plot progression to deliver a memorable reading experience — one that keeps readers eagerly turning the page.
Bab 758
Sebenarnya ini untuk mengingatkan Vivi bahwa kalau Reva yang mengaturnya maka semua konsumsi makanan ini gratis.
Vivi sangat marah: “Kau meremehkan siapa?”
“Apa kau tahu kami pulang darimana?”
“Biar aku beritahu yah, kami baru saja pulang dari luar negeri!”
“Kami sudah lama tinggal di luar negeri. Memangnya apa yang belum pernah kami lihat?”
“Makan di tempat kalian ini sekarang apa masih perlu digratiskan?”
“Waktu di luar negeri, setiap kali kami makan juga bayarnya dalam pondsterling. Apa artinya biaya di restoran kalian yang hanya tidak seberapa itu?”
Dengan ramah Alina mengingatkan, “Vivi, sebenarnya bukan itu maksud dia.”
“Bagaimanapun juga kita kan masih satu keluarga jadi kalau bisa menabung yah lebih baik di tabung saja, ini juga demi kebaikan kalian!”
Vivi tiba–tiba merasa bahwa harga dirinya dilukai lalu dengan marah dia berkata, “Tante kedua, bahkan kau juga berbicara seperti ini?”
“Apa? Apa kau kira keluarga kami sebegitu miskinnya sehingga tidak mampu membeli makanan?”
“Ya, memang benar, keluargamu cukup kaya sekarang.”
“Tetapi kau juga tidak bisa meremehkan kami!Dengan cepat Alina berkata, “Vivi, bukan itu. maksudku…”
Anissa mengibaskan tangannya, “Aduhh, sudahlah, jangan bertengkar lagi.”
“Vivi, aku sangat mengerti temperamen tante keduamu. Maksud dia pasti bukan seperti itu. Dia benar–benar tulus dan memikirkannya demi kita.”
“Namun karena kita sudah berjanji untuk menjamu maka bagaimanapun juga kita harus membayar tagihan konsumsinya malam ini.”
“Ini hanya masalah makanan saja. Alina, kau jangan terlalu mengkhawatirkan hal ini.”
Alina hanya bisa memilih untuk tetap diam.
Spencer melambaikan tangannya dengan penuh semangat: “Ayo sana, bawakan aku buku menunya!”
Si pelayan menatap Reva.
Reva mengangguk sedikit kemudian si pelayan pergi.
Vivi tampak marah dan merasa tidak puas: “Si pelayan itu terlalu meremehkan orang.”
“Hmm, apa
dia kira karena kita hanya punya kartu Silver lalu mudah ditindas begitu?”
“Kami kan baru saja pulang ke tanah air, oleh karena itu hanya punya kartu Silver.”
Axel cemberut: “Aku tidak ingin makan apa–apa.‘”
“Kalian saja yang pesan.”
Setelah beberapa penolakan, akhirnya buku menu kembali ke tangan Spencer.
Sambil tersenyum Spencer berkata, “Karena semua orang meminta aku untuk memesan maka aku pasti tidak akan mengecewakan kalian semua.”
“Hari ini keluarga kita berkumpul untuk bersenang–senang, jadi tidak perlu mempedulikan biaya konsumsinya!”
“Pelayan, ayo sini, katakan kepadaku, hidangan spesial apa yang kalian punya di sini?”
“Ngomong–ngomong, hidangannya harus yang paling mahal yah!”
Dengan hormat si pelayan berkata, “Tuan, dua halaman pertama dari buku menu adalah hidangan spesial kami, silahkan dilihat.”
“Kalau ada yang anda butuhkan silahkan langsung katakan saja kepadaku.”
Spencer membuka buku menu dan meliriknya. Kemudian dia menarik nafas dalam – dalam.
Tadinya dia mengira bahwa harga makanan di sini tidak akan terlalu mahal. Apalagi makanan di restoran Sky Pavilion semalam itu sudah bisa dikatakan sangat istimewa.
Namun ketika dia melihat harga makanan di buku menu restoran ini dia langsung tercengang.
Harga makanan di sini setidaknya dua kali lipat lebih mahal dari harga makanan di Sky Pavilion!
Comments
The readers' comments on the novel: Menantu Dewa Obat