Login via

Menantu Dewa Obat novel Chapter 672

Summary for Bab 672: Menantu Dewa Obat

Bab 672 – A Turning Point in Menantu Dewa Obat by Free novel

In this chapter of Menantu Dewa Obat, Free novel introduces major changes to the story. Bab 672 shifts the narrative tone, revealing secrets, advancing character arcs, and increasing stakes within the Romance genre.

Bab 672

Seruan orang itu langsung mengejutkan seluruh penonton yang ada di sana.

Nelson berkata dengan panik. “Bagaimana mungkin?”

“Petinju Muay Thai adalah orang yang sangat hebat dalam pertarungan!”

“Bagaimana mungkin bisa mati begitu saja?”

Pada saat ini. Argan sudah bergegas ke sana.

Dia mclihat dan memperhatikan tubuh yang terbaring di lantai itu dengan seksama dan ekspresi wajahnya langsung berubah.

“Tuan Frans, dia benar–benar sudah mati!”

“Hampir semua tulangnya patah!”

*Mungkin organ internalnya juga sudah rusak semua kalau tidak darah juga tidak akan merembes keluar dari ketujuh lubang inti yang ada di tubuhnya!” seru Argan.

Kali ini suara penonton langsung riuh rendah.

Barusan saat seseorang itu berkata bahwa Chanarong sudah mati, mereka mengira itu pasti hanya salah mengira saja.

Sckarang setelah Argan yang pergi memeriksanya sendiri, hal ini tentu saja tidak mungkin salah lagi.

Semua orang menatap Reva yang masih diatas ring itu dengan terkejut. Siapa yang bisa menduga bahwa Reva yang tampaknya biasa – biasa ini ternyata punya tenaga dan kemampuan yang begitu mengerikan.

Bernard dan Angga yang berada di bawah ring tampak memucat wajahnya.

Terutama Angga, pada saat ini dia baru benar–benar mengerti bahwa barusan Reva benar – benar sudah cukup bermurah hati kepadanya.

Kalau tidak, bisa jadi tulangnya yang sudah rapuh ini pasti akan langsung patah dan luluh lantak!

Mata Frans langsung berkilau. Dia menatap Reva yang ada di atas ring ilu dengan terkejut.

Setelah beberapa saat dia mendesah, “Pukulan tapak sakti dengan gunung sebagai sandarannya!”

“Pemuda ini mengerti jurus tinju Wing Chun dan juga Tapak Sakti. Bagaimana cara dia berlatihnya?

Devi merasa sangat senang sekali lalu dengan cepat berkata, “Papa angkat, berarti Reva sudah menarik, kan?

“Dia tidak perlu bertarung lagi, kan?”

“Apa kau sudah bisa menyerahkan benda ajaib ini kepada Reva?”

Frans mengangguk dengan perlahan.

Peraturan di Gnome memang seperti itu. Pemenangnya ditentukan melalui pertarungan di atas ring

Kalau kau bisa menang, maka tak ada seorangpun yang bisa mengatakan apa – apa!

Meskipun Hans tidak ikut bertarung tetapi setidaknya dia masih merasa beruntung.

Untung saja orang-orangnya tidak naik ke atas ring, kalau tidak bukankah semuanya hanya akan menjadi mayat saja!

Selain itu sepertinya Reva ini memang bukan orang yang biasa – biasa saja.

George yang hampir pingsan berkata, “Ini sama sekali tidak mungkin!”

Saat ini dia mengerti bahwa Reva benar-benar bukan orang biasa!

Dan Dada akhirnya, tidak ada seorang pun yang naik ke atas ring lagi. Kemudian tungku pil ini diserahkan kepada Reva.

Serclah acara pelelangannya selesai, dengan hati gembira Devi berlari dan merangkul lengan Reva kemudian tidak mau melepaskannya lagi.

Dengan tak berdaya Reva hanya bisa membiarkannya.

Barusan itu sudah membuat gadis kecil ini cukup ketakutan.

Tidak lama kemudian, Argan melihat Reva lalu memberitahunya bahwa nanti saja baru dibayarkan uangnya.

Di belakangnya tampak Frans yang sedang duduk di ruang tamu.

Di sebelahnya ada seorang pria gemuk yang tersenyum seperti Buddha tertawa di wajahnya.

Begitu melihat Reva, untuk pertama kalinya Frans langsung menunjukkan rasa hormatnya dan bangkit berdiri

“Saudara Reva, jurus yang barusan kau layangkan itu tidak mudah!”

Reva mengangguk ringan. Lalu setelah saling menyapa kemudian Frans memperkenalkan si pria gemuk itu kepada Reva.

“Namanya si gemuk Boy. dia adalah penjual benda ajaib itu.”

“Harga terakhir pada lelang kami tadi itu adalah 190 juta dolar tetapi si gemuk Boy ini ingin berteman denganmu.”

“Jadi, dia bilang kau hanya perlu membayar 150 juta dolar saja!”

Reading History

No history.

Comments

The readers' comments on the novel: Menantu Dewa Obat