What Happens in Bab 792 – From the Book Menantu Dewa Obat
Dive into Bab 792, a pivotal chapter in Menantu Dewa Obat, written by Free novel. This section features emotional turning points, key character decisions, and the kind of storytelling that defines great Romance fiction.
Menantu Dewa Obat
Bab 792
Spencer menundukkan kepalanya dan tidak bisa berbicara. Dia benar – benar lunglai.
Karena tak ada pilihan lainnya lagi akhirnya dia mengedipkan matanya kepada Anissa.
Anissa sudah sadar sejak tadi dan segera meratap: “Aduhhh, anakku!!”
“Harus bagaimana ini sekarang?”
“Kakak kedua, aku tidak ingin hidup lagi!”
–
“Aku hanya punya satu putra ini saja. Kalau sampai terjadi apa – apa dengannya, lebih… lebih baik aku mati saja!”
Dengan cepat Alina memeluknya: “Nissa, jangan khawatir, kakak akan membantumu mencari solusi.”
“Pengacara Finner, aku mohon, apa kau bisa membantu kami?”
Pengacara Finner melirik Reva.
Reva mengangguk dengan ringan. Dia sangat paham kalau masalah ini tidak diselesaikan, Alina tidak akan berhenti merusuh.
Pengacara Finner berkata, “Barusan aku sudah mengatakannya dengan jelas, bahwa masalah ini berkaitan dengan kompensasi dan tergantung apakah korban mau memaafkan atau tidak.”
“Kalau masalah ini bisa diselesaikan dengan baik, maka hal lainnya bisa dibicarakan.”
Alina buru-buru berkata, “Nissa, kau dengar tidak itu?”
“Sebenarnya orang ini tidak mati. Masalah… masalah ini akan mudah diselesaikan.”
“Paling paling hanya perlu membanyar dengan lebih banyak uang saja. Kalau begitu kan beres!”
–
Anissa langsung bertanya: “Kalau… kalau begitu harus bayar berapa?”
Alina menatap pengacara Finner.
Pengacara Finner juga tak berdaya: “Ini sangat sulit untuk dikatakan.”
“Kalau sesuai dengan pengalaman aku dulu, setidaknya dimulai dari sekitar satu jutaan!”
Dengan cemas Anissa berkata, “Apa?”
“Orangnya tidak mati, kan? Kenapa masih harus meminta satu juta dolar?”)
“Apa… apa ini tidak terlalu berlebihan?”
Malahan, pada saat di luar negeri mereka selama ini hanya mengontrak rumah dan sama sekali tidak punya rumah sendiri.
Kali ini mereka bisa pulang ke tanah air dan menjabat sebagai manajer umum hanya karena kantor pusat mereka sangat mementingkan proyek ini. Dan diperlukan orang lokal untuk menangani masalah ini.
Kebetulan Spencer juga berasal dari kota Carson sehingga membuat kantor pusat menyukai hal ini dan membiarkannya kembali ke tanah air untuk menjabat sebagai manajer umum.
Kalau bukan karena alasan ini, dia hanya bisa dikatakan sebaik senior dengan level biasa saja di perusahaan ini. Bagaimana mungkin dia bisa punya kesempatan sebaik ini?
Dan mereka yang sudah berada di luar negeri selama bertahun tahun terjebak dalam pikiran mereka sendiri bawah kehidupan di tanah air masih sangat miskin seperti saat sebelum mereka pergi ke luar negeri.
Selain itu mereka juga sempat melihat berita – berita yang tidak baik tentang orang — orang yang miskin hingga tak mampu membeli telur yang direbus dengan teh. Dan mengatakan bahwa sayuran sawi adalah makanan mewah serta daging dagingan hanya bisa dimakan pada acara tahun baru.
Menurut mereka, negara ini masih sangat miskin dan terbelakang. Sehingga mereka merasa bahwa kehidupan
mereka di luar negeri sudah seperti orang kaya saja.
Oleh karena, itu begitu pulang ke tanah air, mereka bersikap dengan begitu angkuh dan sombong. Mereka selalu membangga – banggakan semua hal yang ada di luar negeri.
Tetapi pada dasarnya mereka hanya tong kosong saja. Di depan orang saja terlihat keren dan mulia padahal dibalik ini semua, kantong mereka benar-benar kosong dan tak punya apa – apa.
–
Jangankan satu juga dolar, untuk mengeluarkan 300.000 saja pun mereka merasa sangat berat!
Comments
The readers' comments on the novel: Menantu Dewa Obat