Novel Menantu Dewa Obat has been published to Bab 870 with new, unexpected details. It can be said that the author Internet invested in Menantu Dewa Obat with great dedication. After reading Bab 870, I felt sad, yet gentle and very deeply moved. Let's read Bab 870 and the next chapters of the Menantu Dewa Obat series at Good Novel Online now.
Bab 870
5 mutiara
Amelia tertegun sejenak lalu menatap Reva dengan dingin, “Hmm, kalau ada yang bersulang dengan aku tentu saja aku pasti akan menghargainya!”
“Tetapi, aku sama sekali tidak perlu menghargai sampah seperti kau!”
Yang artinya kalau Reva bersulang dengannya, dia tidak akan mau bersulang dengannya.
Reva tersenyum kecil: “Tenang saja, aku tidak akan mau bersulang dengan wanita sembarangan seperti kau!”
Amelia sangat marah: “Kau…. kau jangan keterlaluan!”
Reva malas untuk mempedulikannya: “Yap, 10 menit sudah berlalu!”
“Tuan muda Permana, keluargamu masih belum ada yang datang jadi mau tak mau aku hanya bisa memotong satu jarimu dulu!”
Air muka Ramiro langsung berubah. Dengan marah dia meraung: “Kalau kau berani menyentuhku sedikit saja, keluarga Permana–ku pasti tidak akan pernah memaafkan…”
Belum juga dia selesai berbicara, Reva sudah mencengkeram lehernya dan menekannya di atas meja.
Reva meraih gelas yang ada disampingnya lalu memelintirnya dengan keras dan sepotong
kaca dibuat pecah olehnya.
Air muka Nara langsung memucat, dengan cemas dia berkata, “Reva, jangan…”
Namun, pada saat ini sudah terlambat.
Reva sudah langsung mengayunkan potongan kaca itu dan memotong jari kelingking dari tangan kiri Ramiro.
Ramiro menjerit dengan jeritan yang menyayat hati.
Para pemuda kaya yang berada di sekitarnya langsung tercengang. Tak ada satu pun dari mereka yang berani berbicara. Mereka semua hanya bisa menyaksikan semua ini dalam diam.
Amelia dan yang lainnya juga membeku. Mereka mengira bahwa Reva hanya menggertak dan menyombongkan dirinya saja. Di luar dugaan, Reva benar–benar melakukannya!
Apa dia ini orang gila?
Ramiro memegangi tangannya yang berdarah dan berteriak dengan keras, “Reva, aku… aku akan membuat perhitungan dengan kau…”
“Aku pasti akan menghabisimu!”
“Awas saja kau…”
Reva mendengus dengan dingin lalu sambil melihat arlojinya dia berkata dengan perlahan, “Bagaimana kalau kau menelepon untuk mendesak mereka lagi?”
“Kalau tidak, nanti jarimu akan aku potong satu lagi!”
Wajah Ramiro langsung memucat. Kali ini, dia benar–benar tidak berani meragukan ucapan Reva lagi.
Dia buru
–
Comments
The readers' comments on the novel: Menantu Dewa Obat