What Happens in Bab 925 – From the Book Menantu Dewa Obat
Dive into Bab 925, a pivotal chapter in Menantu Dewa Obat, written by Free novel. This section features emotional turning points, key character decisions, and the kind of storytelling that defines great Romance fiction.
Bab 925
Tadinya Nara ingin mengupas sebuah apel untuk Alina, tetapi setelah mendengar ucapannya itu, Nara langsung membuang apel itu.
“Ma, aku tidak akan pernah mengurusi masalah ini!”
“Kalau kau mau mengurusinya yah terserah kau saja!”
“Tetapi, kau dengarkan ucapanku dengan baik, jangan pernah menyewa pengacara dengan menggunakan namaku ataupun Reva!”
“Kami tidak bisa melakukan hal-hal yang bertentangan dengan hati nurani kami!”
Setelah selesai berbicara, Nara langsung pergi dengan marah.
Alina duduk di tempatnya lalu dengan ekspresi marah di wajahnya dia berkata, “Ba.. bagaimana bisa mengatakan aku tak punya hati nurani?”
“Semua orang-orang itu sudah mati. Bukannya yang paling penting sekarang adalah orang yang masih hidup?”
“Hana, coba kau katakan padaku, benar tidak ucapanku?”
Hana mencebikkan bibirnya, “Benar atau tidak, tidak ada hubungannya dengan aku!”
“Pokoknya aku tidak mau ikut campur dengan masalah ini jadi kan juga jangan tanya aku apalagi mencari aku!”
Alina langsung panik, “Hana, ke.. kenapa kau berkata seperti itu?”
“Kakakmu tidak mau membantu aku, kau juga tidak mau membantu aku. Jadi aku harus bagaimana?”
“Bagaimana kalau kau meminta Hiro untuk membantuku mencarikan pengacara yang baik?”
Hana langsung mengibaskan tangannya. “Lupakan saja!”
“Ooh, kak Nara tidak mau melakukan hal yang bertentangan dengan hati nurani seperti itu, apa lantas kau ingin menyuruh aku yang melakukannya?”
“Ma, kau ini kenapa sih?”
“Kenapa kau tidak bisa membedakan yang hitam dan yang putih, yang benar dan yang salah?!”
“Keponakanmu telah membuat empat orang terbunuh dan kau masih ingin membantunya?”
“Bagaimana dengan para korban? Bagaimana dengan keluarga mereka?”
“Masalah ini benar-benar tidak berperikemanusiaan!”
Alina terdiam lalu bergumam, “Dia itu keponakanku, anak dari tante ketigamu. Kau tahu bagaimana baiknya tante ketigamu terhadap kita…”
Hana merasa terlalu malas untuk berbicara dengannya sehingga dia tidak mempedulikan semua ucapannya.
Siangnya, Alina memaksa untuk pergi dari rumah sakit.
Dia naik taksi dan pergi ke berbagai firma hukum. Dia mencoba untuk mencari seorang pengacara yang bisa membela Jayden.
Namun setelah mencari ke hampir semua firma hukum yang ada di kota Carson, dia masih tetap saja tak bisa menemukan pengacara yang mau menangani kasus ini.
Permintaan Alina terlalu tinggi. Siapa yang bisa melakukannya kalau yang dia inginkan hanyalah menghapuskan kesalahan Jayden?
Pada akhirnya, dia menurunkan standar permintaannya dengan mengatakan bahwa setidaknya bisa memperjuangkan hukuman Jayden menjadi satu tahun penjara yang masih bisa diterima oleh dirinya.
“Apa salalı aku?”
Hana menghela nafas, “Ma, keluarga Sumarno telah menggugat kau ke pengadilan!”
Mata Alina membelalak dengan lebar: “Kenapa?”
“Nissa, apa yang terjadi?”
Hana, “Mereka bilang kau sudah tahu bahwa Jayden tidak punya SIM tetapi kau malah masih memberinya uang dan menyuruh dia membeli motor.”
“Jadi kali ini, kau harus ikut menanggung tanggung jawab ini bersama dengan mereka!”
Mata Alina membelalak dengan lebar. Mimpi pun dia tidak pernah menyangka bahwa akan terjadi situasi seperti ini.
Situasi dimana pada suatu hari dia benar-benar harus pergi ke pengadilan karena dituntut oleh adiknya sendiri?
“Nissa, ba bagaimana kau bisa berkata seperti itu?”
Alina menjadi panik.
Dengan marah Anissa berkata, “Memangnya bukan seperti itu?”
“Anakku tidak punya SIM. Dia masih anak-anak dan sama sekali tidak bisa mengontrol dirinya sendiri.”
“Tetapi kau malah langsung memberinya begitu banyak uang sekaligus. Bukannya ini sudah jelas bahwa kau memang sengaja ingin mencelakainya?”
“Kau telah memberinya begitu banyak uang dengan tanpa sepengetahuan kami. Setelah dia membeli motor akhirnya terjadi masalah besar seperti ini. Jadi sudah seharusnya kau ikut bertanggung jawab bersama kami. kan?”
Comments
The readers' comments on the novel: Menantu Dewa Obat